Senin, 17 Maret 2014

Tafsir Surat An-Nisa' (4): Ayat 22-23



Tafsir Surat An-Nisa' (4): Ayat 22-23
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Artinya:

22- Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).

23- Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.


Makna ayat :
20. Dalam ayat ini secara tegas Allah menjelaskan tentang larangan seorang anak menikahi wanita-wanita yang telah dinikahi oleh ayahnya sendiri. Dan perbutan itu jika dilakukan merupakan dosa besar dan berhak mendapat laknat dari Allah. Adapun apabila sudah terjadi sebelum turunnya ayat ini, maka Allah maha pemberi ampun.

21. Termasuk wanita-wanita yang haram kita nikahi adalah 1- ibu (nenek dan seterusnya, kandung maupun tiri). 2-anak perempuan ( cucu perempuan dan seterusnya, anak kandung atau tiri). 3- Saudara kandung perempuan. 4- saudara bapak yang perempuan. 5- saudara ibumu yang perempuan. 5- anak perempuan dari saudara laki-laki. 6- anak perempuan dari  saudara. 7- ibu-ibu yang menyusui. 8-saudara perempuan sepersusuan. 9- ibu-ibu mertua. 10- anak-anak tiri perempuan dari istri yang telah dicampuri (jima`). 11- isteri-isteri anak kandung (menantu). 12- menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara.



Penjelasan dan Hikmah dari ayat 22-23:

1.       Setelah Allah menerangkan tentang hukum yang berkaitan dengan pernikahan anak yatim, jumlah wanita yang dapat dinikahi, kewajiban suami untuk menggauli istri dengan baik dan bertanggung jawab, pada ayat 22-23 ini, Allah menjelaskan wanita-wanita yang haram dinikahi.

2.       Dalam syariat Islam, seorang wanita haram untuk dinikahi karena 3 hal. Pertama: hubungan nasab atau keturunan. Kedua: perkawinan dan Ketiga:persusuan.

3.       Perbuatan menikahi wanita ayahnya sendiri disebut sebagai (وَمَقْتًا)  karena perbuatan itu sangat keji, tidak masuk akal dan sangat dibenci. Orang arab menyebut pernikahan semacam itu adalah (النكاح المقت) pernikahan yang sangat dibenci. Dan anak yang lahir dari pernikahan tersebut disebut (مقيتا), karena ia dilahirkan dari jalan yang sangat buruk.

4.        Yang dimaksud (مَا نَكَحَ آَبَاؤُكُمْ) adalah pelaksanaan akad nikah. Jadi keharaman menikahi wanita ayahnya sendiri tidak harus menunggu terjadi “hubungan” antara ayah dan istrinya. Tetapi seketika terjadi akad pernikahan, maka wanita tersebut haram dinikahi selamanya. Hal ini berdasarkan perkataan Ibnu Abas yang mengatakan, bahwa “Setiap wanita yang dinikahi oleh bapak kamu, baik sudah di “gauli” atau belum, maka wanita itu haram bagimu”. (HR. al-Baihaqi).

5.       Salah satu bukti keharaman menikahi wanita persusuan adalah riwayat Imam Muslim yang menjelaskan bahwa Rasulullah menolak untuk menikahi anak perempuan Hamzah karena Hamzah adalah saudara persusuan Rasulullah.

6.       Tentang perbatasan persusuan yang mengharamkan untuk dinikahi terdapat perbedaan diantara ulama, ada yang mengatakan batas minimal persusuan yang mengharamkan adalah 3 sedotan atau lebih, ada juga yang mengatakan 5 sedotan. Namun yang jelas dhahir ayat tidak memberikan batasan sedikit atau banyak.

Untuk lebih hati-hatinya adalah ketika telah nyakin terjadi persususan, baik sediki atau banyak, maka wanita tersebut haram dinikahi. Tentu dengan syarat persusuan itu terjadi pada masa anak tidak lebih dari dua tahun. Hal ini berdasarkan ayat 233: al-Baqorah “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh”. Dan hadits Rasulullah yang diriwayat ad-Daruqudni “ Tidak ada persusuan (mengharamkan) kecuali dalam umur dua tahun”.

7.       Dalam kasus misalkan terlanjur sudah terjadi pernikahan karena ketidak tahuan jika perempuan itu haram dinikahi, maka segera wajib dipisahkan.

fase bulan



https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh8D9pcIsp_IjyclUM6kngS3Wi1wzI4TceCeWs6zC-ur2hTA4AaVIsIP3QUzauYIad4F6yAbRt5KQNV8_RoqD9h18DZW0-_5T5VyoI8SPqdLjPYjVrF4xgdNmSOTlJ2jpDS0WOJuTcNElI/s320/macam+macam+fase+bulan.gif
8 Fase-Fase Bulan
 
Bulan adalah satu-satunya satelit alami Bumi, dan merupakan satelit alami terbesar ke-5 di Tata Surya. Bulan tidak mempunyai sumber cahaya sendiri dan cahaya Bulan sebenarnya berasal dari pantulan cahaya Matahari.


Jarak rata-rata Bumi-Bulan dari pusat ke pusat adalah 384.403 km, sekitar 30 kali diameter Bumi. Diameter Bulan adalah 3.474 km, sedikit lebih kecil dari seperempat diameter Bumi. Ini berarti volume Bulan hanya sekitar 2 persen volume Bumi dan tarikan gravitasi di permukaannya sekitar 17 persen daripada tarikan gravitasi Bumi. Bulan beredar mengelilingi Bumi sekali setiap 27,3 hari (periode orbit), dan variasi periodik dalam sistem Bumi-Bulan-Matahari bertanggungjawab atas terjadinya fase-fase Bulan yang berulang setiap 29,5 hari (periode sinodik).

Fase bulan adalah bentuk bulan yang selalu berubah-ubah jika dilihat dari bumi. Fase bulan itu tergantung pada kedudukan bulan terhadap matahari dilihat dari bumi. Fase bulan disebut juga aspek bulan.
Berikut ini adalah deskripsi dari masing-masing fase Bulan :


Fase 1 – New Moon (Bulan baru): Sisi bulan yang menghadap bumi tidak menerima cahaya dari matahari, maka, bulan tidak terlihat.

Fase 2 – Waxing Crescent (Sabit Muda) : Selama fase ini, kurang dari setengah bulan yang menyala dan sebagai fase berlangsung, bagian yang menyala secara bertahap akan lebih besar.

Fase 3 – Third Quarter (Kuartal III): Bulan mencapai tahap ini ketika setengah dari itu terlihat.

Fase 4 – Waxing Gibbous: Awal fase ini ditandai saat bulan adalah setengah ukuran. Sebagai fase berlangsung, bagian yang daftar akan lebih besar.

Fase 5 – Full Moon (Bulam purnama): Sisi bulan yang menghadap bumi cahaya dari matahari benar-benar, maka seluruh bulan terlihat. Hal ini terjadi ketika bulan berada di sisi berlawanan dari Bumi.

Fase 6 – Waning Gibbous : Selama fase ini, bagian dari bulan yang terlihat dari Bumi secara bertahap menjadi lebih kecil.

Fase 7 – First Quarter (Kuartal I): Bulan mencapai tahap ini ketika setengah dari itu terlihat.

Fase 8 – Waning Crescent (Sabit tua): Hanya sebagian kecil dari bulan terlihat dalam fase yang secara bertahap menjadi lebih kecil.
- See more at: http://ddayipdokumen.blogspot.com/2013/01/macam-macam-fase-bulan.html#sthash.zZ0vnudk.dpuf